Inilah Contoh Foto Nikah Unik 2014
Foto harus unik. Kalau tak unik, tak ada kesan "Waw" gitu.
Jumat, 20 Juni 2014
Fotografi Jurnalistik dalam Media Online
Muhammad Adimaja
Pewarta Foto
08561865738
Fotografi
jurnalistik adalah penyebaran gambar yang memberitakan langsung
Penyusunan
foto media online
1.
Foto
2.
Transfer
3.
Editing
4.
Writing caption
5.
Publis
Faktualitas adalah salah satu kunci dalam keberhasilan
berita dalam menyampaikan informasi. Banyak cara digunakan untuk menjaga
faktualitas dari suatu berita, media foto adalah salah satunya. Foto adalah
bukti otentik atas sebuah peristiwa atau fenomena. Sebuah berita akan lebih
terjaga faktualitasnya jika terdapat bukti berupa foto. Bukti berupa foto
merupakan kunci untuk membuktikannya, di sinilah peran seorang jurnalis foto
berada. Jurnalis foto mendampingi reporter dalam proses peliputan berita.
Reporter membuat berita tulis, dan jurnalis foto merekam kejadian yang ditulis
oleh reporter. Namun tidak selalu jurnalis foto mendampingi reporter, mereka
bisa berjalan sendiri begitu pula reporter.
Jurnalis foto bisa bekerja secara individu, seperti para
jurnalis foto yang bekerja di bawah institusi biro foto seperti Antara Foto,
Getty Image, Reuters, Magnum Photo, dan sebagainya. Mereka mendapatkan tugas
berdasarkan pesanan atau mereka bisa mengerjakan proyek pribadi mereka yang
nantinya akan dipublish lewat media online, dan jika pihak pihak tertentu
membutuhkan foto tersebut bisa melihat lewat media online dan membeli atau
menggunakan foto-foto tersebut melalui prosedur yang ada.
Saat ini seiring dengan perkembangan teknologi, para
jurnalis foto semakin dipermudah dengan peralatan baru dan adanya internet
membuat mereka bisa dengan mudah mengirimkan foto kemana saja mereka butuhkan.
Bermodalkan kamera digital dan memory card sebagai pengganti rol film
memudahkan para jurnalis foto untuk meliput peristiwa tanpa harus mencemaskan kesalahan
proses pencucian rol film. Para jurnalis foto pun bisa langsung melihat hasil
foto mereka tanpa harus menungunggu proses cuci cetak, sehingga kualitas foto
yang dihasilkan pun bisa lebih baik dari jurnalis foto jaman dulu.
Adanya internet juga mempermudah para jurnalis foto untuk
mengirimkan hasil kerja mereka ke biro foto tempat mereka bekerja. Para
jurnalis foto saat ini selalu membawa laptop agar merreka bisa langsung
mengirimkan hasil foto mereka sesaat setelah meka selesai melakukan peliputan
di tempat. Selain itu mereka juga bisa membuat blog pribadi atau mereka juga
bisa mengunggah foto mereka ke media online tertentu yang memang dikhususkan
untuk fotografi seperti burnmagazine.org, flickr.com, fotoblur.com, dan masih banyak
lainnya. Saat ini jurnalis foto dalam jurnalisme online semakin mendapat
perhatian di dunia jurnalistik, terbukti dengan menangnya Craig F. Walker dalam
Penghargaan Pulitzer untuk feature photography. Craig F. Walker membuat sebuah
foto essai yang berjudul “honorably discharged veteran, home from Iraq and
struggling with a severe case of post-traumatic stress.” yang menceritakan
tentang veteran perang Irak yang menderita depresi, foto ini yang hanya
terbit dalam online foto seri di Denver Post tempatnya bekerja. Selain itu
ada beberapa media berita online yang memenangkan Penghargaan Pulitzer seperti
media berita online Politico dan The Huffington Post, kedua web berita ini
memenangkan kategori editorial cartooning dan national reporting.
Kemenangan Craig F. Walker di Pulitzer 2012 memberikan
harapan bagi para jurnalis foto untuk berkarya di bidang jurnalisme online dan
membuat kualitas foto jurnalistik di media berita online semakin baik.
Perkembangan ini juga didukung oleh banyaknya media online yang menjadi wadah
bagi para jurnalis foto, seperti Magnum Photo, Antara Foto, burnmagazine.org di
mana institusi ini selain menjadi wadah juga memberikan berbagai macam beasiswa
bagi para jurnalis foto. EPF Award 2012 atau Emerging Photographer Foundation yang
sedang dalam proses call for entry melalui burnmagazine.org secara online
memberikan kesempatan beasiswa kepada pemenangnya, dimana karya-karya terbaik
akan diterbitkan online. Lalu Galeri Foto Jurnalistik Antara juga memiliki
workshop foto jurnalistik untuk siapapun yang ingin menjadi jurnalis foto.
Adanya
institusi-institusi pendidikan bagi para jurnalis foto ini bisa mengurangi
terjadinya pelanggaran kode-kode eatik jurnalistik yang terjadi, terutama di
bidang jurnalisme online. Salah satu pelanggaran kode etik foto jurnalistik
terjadi pada foto “Burning Building” dalam peristiwa konflik Irak-Libanon tahun
2006. Sang jurnalis foto melakukan penambahan elemen di dalam foto menggunakan
photoshop, dimana asap dari bangunan yang terbakar ditambahkan untuk
mendramatisir kejadian tersebut. Kejadian ini melanggar kode etik foto
jurnalistik, dimana penambahan elemen dalam sebuah foto sangat dilarang karena
nilai faktualitas dalam foto berita tersebut akan hilang. Diharapkan dari
edukasi kepada para jurnalis foto di dalam institusi pendidikan akan mencetak
para jurnalis foto yang sadar akan kode etik foto jurnalistik.
Foto jurnalistik di dalam media online memiliki tantangan
seperti di atas, di mana keaslian dan nilai faktualitas dalam foto itu harus
dijaga. Dunia internet terdiri dari berbagai macam orang, mulai dari para
amatir hingga profesional mengkonsumsi dan berbagi berbagai foto jurnalistik
dalam media online, jadi nilai faktualitas dari foto jurnalistik yang
diterbitkan online harus sesuai dengan kode etik. Institusi media online
seperti BBC membuka kesempatan bagi para pembacanya untuk berkontribusi dalam
pemberitaan di bidang fotografi dan video. Reuters juga merupakan biro foto
yang membayar para user-nya jika foto yang diupload oleh user tersebut digunakan
oleh klien dari Reuters.
Namun yang perlu diperhatikan adalah para fotografer amatir
harus bisa menyamakan standarnya dengan para fotografer profesional, terutama
dalam hal kode etik foto jurnalistik, karena faktor kualitas berita terdapat
faktor lain seperti kekuatan hukum. Jika foto yang digunakan oleh sebuah media
online melanggar kode etik dan mengakibatkan pelanggaran hukum seperti
pencemaran nama baik itu akan berakibat fatal bagi media berita online dan
jurnalis foto itu sendiri.
Maka dari itu seleksi dari foto yang akan diterbitkan dalam
pemberitaan online harus sangat diperhatikan karena tidak semua fotografer yang
mengunggah foto di media online adalah fotografer jurnalistik porfesional,
berbeda dengan media berita cetak dimana para jurnalis foto nya adalah
profesional. Selain itu, penyalahgunaan hak cipta menjadi momok bagi para
jurnalis foto di media online. Berada di bawah institusi media online tertentu
menjadi satu solusi agar foto-foto para jurnalis foto terhindar dari pencurian
dan penyalahgunaan hak cipta, karena ada perlindungan hukum di dalamnya.
Pemberian tanda air atau watermark pada foto juga bisa menjadi alternatif untuk
mencegah pencurian foto.
Singkatnya, para jurnalis foto dalam dunia jurnalisme online
dituntut untuk selalu menjaga faktualitas foto beritanya dengan memegang teguh
kode etik foto jurnalistik, baik para profesional maupun amatir. Banyaknya
celah untuk terjadinya manipulasi foto dan penyalahgunaan hak cipta menjadi
sebuah tantangan yang harus ditaklukan bagi para jurnalis foto di dalam media
online. Tak hanya dari para jurnalis foto saja, namun dari media berita online
juga harus selalu menyeleksi dan memperhatikan kualitas dari foto-foto berita
yang akan diunggah agar para pembaca berita online mendapatkan berita bernilai
faktualitas terbaik dan menghindari kasus pembohongan publik yang mungkin
terjadi.
Nama :
Hamidulloh Ibda
Utusan :
LAPMI Cabang Semarang
Selasa, 08 April 2014
Sejarah Prewed
Mengungkapkan kasih sayang kepada pasangan dengan cokelat atau bunga? Sudah biasa. Ada hal yang tidak biasa yang terpikirkan oleh saya dan pasangan.
Kecintaan kami terhadap travelling membuat kami berdua ingin
mengabadikan keindahan ragam pesona Indonesia dalam foto pre wedding.
Foto Pre- wedding kini menjadi
sebuah tradisi bagi pasangan yang akan menikah.
Lalu dari mana sebenarnya tradisi ini berasal ??
Saat ini mungkin belum ada pustaka khusus yang membahas sejarah
munculnya ” pre wedding
photography” , informasi yang kita dapatkan dari mbah
google pun masih terbilang cukup minim. KANAYA PICTURE mencoba merangkum
pemikiran seorang fotografer Bapak Leonardo Kaharap melalui akunnya di
fotografer.net . Enjoy reading!!
Awal Mula Foto Prewedding mungkin paling tepat diawali saat industri
fotografi berkembang pesat di wilayah Cina Daratan pasca terbukanya sistem
Ekonomi Cina di tahun 90an, dari yang sangat Komunis bergeser menjadi sedikit
lebih Kapitalis.
Saat itu wilayah Cina kebanjiran produk Elektronik dari Jepang, Korea
& Taiwan. Para investor pun berbondong bondong untuk membuat pabrik
Elektronik di Cina, karena Production Cost yang cukup murah (terutama
birokrasi & ijin usaha)
Saat bersamaan, di wilayah asia timur sedang gencar dengan sinetron
asia berbau percintaan seperti meteor garden dsb. sebagai perangkat iklan dari
Sinetron tersebut digunakan media promosi seperti poster dengan menampilkan
berbagai pose mesra pasangan . Hasil foto saat itu masih menggunakan pengolahan
sederhana, property seadanya dengan olahan warna terang khas Asia. begitulah
sejarah konsep foto Prewedding/ Engagement Photo.
Tidak ada info
siapa pencetus pertama kali konsep prewedding photography ini. Namun
diyakini ide pemotretan Pre wedding pada mulanya digunakan oleh kalangan hi class
( royal wedding
bangsa eropa) dengan maksud membuat sebuah acara pernikahan seperti sebuah
acara Premiere Film , Foyer bertaburan foto, Mezzanine yang meriah, dan sebagainya.
Konsep pre wedding photography berkembang sangat pesat di cina,
pre-wedding photography menjadi bisnis yang menjamur merambah kalangan menengah
ke bawah. bahkan dikatakan Industri Fotografi di cina sudah seperti Produksi
“Ban Berjalan”.
Dalam 1 studio terdapat 5 set dekorasi dimana para calon pengantin
mengantri untuk di foto bergantian. Dari sana prospek bisnis baru bernama
Fotografi Prewedding, mulai berkembang di Taiwan, Hongkong, Jepang, hingga
akhirnya menyentuh Indonesia.
Lalu, bagaimana dengan wilayah Kaukasia (Eropa & Amrik), apakah
mereka mengenal genre Foto ini ?
Secara teoritis ya. Kita bisa liat dari berbagai majalah, buku fotografi bahkan mereka mengenal istilah pre wedding photography sebagai Engagement Photo.Namun jika diperhatikan dengan teliti, sangat terlihat perbedaan budaya yang signifikan dari foto- foto mereka.
Secara teoritis ya. Kita bisa liat dari berbagai majalah, buku fotografi bahkan mereka mengenal istilah pre wedding photography sebagai Engagement Photo.Namun jika diperhatikan dengan teliti, sangat terlihat perbedaan budaya yang signifikan dari foto- foto mereka.
Orang “Barat” bisa dibilang tidak pernah menyewa Fotografer khusus
untuk Foto Prewedding, karena biayanya yang sangat mahal. Karena bagi orang
“Barat”, foto adalah karya seni dan karya seni yang baik tidak pernah murah.
Foto bagus dengan harga murah, sama seperti mengharapkan Mercedez
A-Klasse seharga Avanza.Jangankan
hasil editing Hi-Res, files RAW atau JPEG mentah kadang disimpan oleh
Fotografer. Perlu izin tersendiri jika ingin mencetak atau membuat album.
pencetakan pun harus di tempat yang ditunjuk oleh fotografer. Begitulah kira kira sejarah Prewedding menurut pengamatan Leonardo Kaharap.
Diambil dari berbagai sumber.
Langganan:
Komentar (Atom)